Kehidupan manusia saat ini tidak bisa dilepaskan dari media sosial, menemukan kontak yang telah lama hilang, menemukan komunitas sosial yang baru, mengurangi rasa isolasi, menemukan tren dan informasi hingga banyak profesi bermunculan yang cukup menjanjikan karena inovasi tersebut.
Tapi, dibalik gemerlapnya dunia media sosial, sistem tersebut didesain agar kita terus tergantung untuk menggunakannya, membuat kita “tinggal” di dalamnya. Setiap likes atau upvote yang kita dapatkan, saat itu juga dopamine bekerja yang konon disinyalir lebih adiktif dibandingkan rokok dan akhirnya membuat kita “kecanduan”. Algoritma media sosial yang diatur untuk memahami ketertarikan kita akan membantu dopamine bekerja lebih kuat.
Jadi, kapankah kiranya kita perlu keluar dari media sosial?
- Jika kegiatan sehari-hari kita tidak bisa diselesaikan secara maksimal pada waktunya, karena terganggu oleh perasaan harus mengecek apa yang terjadi di media sosial. Perasaan harus memeriksa adakah yang mendukung (likes) foto kita, urgensi melihat video (story) orang lain, dan bahkan perasaan tidak bisa lepas dari telepon selular yang kesemuanya mengambil porsi besar pada aktivitas sehari hari.
Apakah kamu pernah atau sedang merasa kehidupan menjadi hampa tanpa aktivitas di media sosial? Pernah merasa kosong karena tidak membuka aplikasi? Merasa urgensi begitu kuat untuk mengunggah sesuatu yang padahal tidak penting atau istimewa?
- Jika medsos membuat kita menginginkan hal-hal padahal bertentangan atau tidak kita butuhkan.
a. Melihat postingan teman di medsos yang sedang berwisata membuat kita merasa perlu melakukannya juga, padahal kemampuan finansial terbatas dan kita mungkin juga bukan seseorang yang tertarik untuk berkelana.
b. Dorongan untuk membeli suatu benda yang kurang kegunaannya, tapi terpaksa dibeli hanya demi mengunggahnya di media sosial agar tidak ketinggalan jaman.
- Jika medsos membuat kita menjadi depresi.
Dengan semua penjelasan poin poin di atas, dan tanpa disadari kamu tertekan, menjadi kurang percaya diri, iri akan orang yang lebih beruntung atau berbeda, membandingkan keadaan secara berlebihan, tidak bahagia, dan pada akhirnya murung, rendah diri, dan yang terburuk mengalami depresi.
Bagaimana cara praktis melakukan detoksifikasi dari media sosial?
Berikut adalah tips memulai melepaskan ketergantunganmu dengan media sosial:
- Unduh aplikasi ponsel yang berfungsi mengurangi ketergantungan akan media sosial, seperti Moment atau Forest. Sebagai permulaan, atur waktu minimum yang dapat membantu kamu membatasi kegiatan di media sosial dan lebih produktif beraktivitas. Jadikan hal ini sebagai kebiasaan yang diharapkan semakin lama akan semakin meningkat lebih baik.
- Ciptakan sebuah kebiasaan kecil setiap hari dan konsisten melakukannya. Misalnya: a. Menggunakan aplikasi Forest sekitar 10 menit sehari.
b. Hanya membuka media sosial di pagi hari dan sore hari (2x sehari).
c. Tidak membuka ponsel saat makan siang, dan lain sebagainya.
- Menghapus atau unfollow akun atau pemengaruh (influencer) yang tidak memberi dampak positif bagi kesehatan mental kita. Seperti yang dijelaskan pada poin sebelumnya, jangan segan untuk membatasi atau memutus hubungan tersebut. Hal ini juga termasuk akun yang di follow sebagai iseng atau guilty pleasure, seperti mengikuti perkembangan gosip atau iseng membuntuti keseharian dari artis tertentu.
- Buat daftar hal yang harus dilakukan setiap hari di kertas atau buku, hal ini untuk mengurangi godaan mengecek ponsel disaat kita mengurangi ketergantungan akan media sosial. Usahakan daftar tersebut di tempat yang mudah dilihat, sehingga kita dapat langsung melihat dan konsisten tanpa mudah terdistraksi oleh urgensi mengecek ponsel.
- Menghapus aplikasi media sosial tersebut dari ponsel, sehingga akan lebih sulit mengaksesnya karena harus dilakukan di komputer atau laptop.
- Menutup akun media sosial. Gunakan waktumu untuk hal yang lebih berguna seperti melanjutkan hobi atau mencoba hal baru.
1. Kapan terakhir kali kamu membaca buku yang menarik?
2. Kapan terakhir kali kamu berbincang dengan saudara mengenai pendidikan atau pekerjaannya?
Melanjutkan kontak sosial secara lebih personal di dunia nyata juga hal yang dapat dilakukan, dibandingkan menggunakan media sosial tanpa tujuan yang bersifat impersonal.
Pada akhirnya Sahabat Jiwa menyimpulkan bahwa media sosial selama digunakan dalam moderasi dapat membawa berbagai manfaat bagi penggunanya. Tetapi, sebagai generasi yang besar dengan teknologi, sudah tentu kita harus mengerti bagaimana menggunakan hal tersebut untuk membantu meningkatkan kualitas diri, dan bukan sebagai penghalang potensi masa depan.