
Kita tentu masih segar mengingat hebohnya unggahan di media sosial mengenai seorang pemengaruh (selebgram) yang mengalami KDRT. Videonya berisi pengakuan mengenai perkawinannya yang awalnya sering diceritakan sempurna, namun sebetulnya dilanda masalah KDRT. Reaksi masyarakat yang awalnya suportif, lalu mulai merundung dan menilai secara negatif setelah ia terlihat menolak bantuan orang lain dan sampai dianggap “mencerca” dukungan dari para warganet. KDRT adalah sebuah hal yang sukar dipahami jika kita tidak berada di dalamnya, dan cenderung memang mudah mendapat penilaian negatif dan menghakimi berdasarkan asumsi dan pengetahuan yang kurang mendalam.
Jadi, bagaimana sih sebetulnya kondisi seseorang yang mengalami KDRT?
Mengapa kelihatannya mereka sulit untuk keluar dari situasi tersebut?
Padahal, apa susahnya sih ya meninggalkan pasangan yang sudah melukai fisik dan batin kita?
Untuk memahami lebih jauh mengenai KDRT dan mereka yang terlibat di dalamnya, maka ada baiknya kita sedikit membahas mengenai konflik dan jenis jenisnya terdahulu. Seperti layaknya yang lain, pasangan yang mengalami kasus KDRT juga memulai bahtera rumah tangga berdasarkan perasaan cinta kasih. Permasalahan lalu timbul saat pasangan dilanda konflik, perlu diketahui bahwa konflik merupakan hal normal dalam setiap hubungan. Yang membedakan konflik dengan kekerasan adalah jika seseorang bertingkah laku mengancam, dan mengontrol berlebihan. Beberapa jenis kekerasan seperti yang dilansir di tautan ini adalah:
- Fisik – Kekerasan secara fisik seperti memukul, menampar, mendorong, menendang, dan seterusnya. Dalam kasus KDRT, kekerasan fisik bisa dan sering terjadi beberapa kali.
- Seksual – Pemaksaan seksual yang dilakukan pasangan.
- Psikologis – Kekerasan yang melukai jiwa korban atau pasangan, seperti intimidasi, mengisolasi korban dari keluarga dan relasinya, mengontrol korban kemanapun ia pergi, membuat korban merasa bersalah yang berlebihan, serta membuat persyaratan persyaratan yang tidak logis.
- Emosional – Jenis kekerasan yang merusak harga diri dan kepercayaan diri korban, seperti memanggilnya dengan sebutan yang buruk, kritik secara konstan, cemoohan, dan lain sebagainya.
- Ekonomi – Yang termasuk ke dalam kekerasan ekonomi adalah mengurangi akses si korban dalam mendapat pemasukan, merusak properti, membuat semua keputusan finansial.
Para pelaku KDRT biasanya menyesal setelah melakukan kekerasan, meminta maaf dengan tulus dan berjanji tidak mengulanginya lagi. Namun karena pelaku memiliki kesulitan mengontrol emosi dan amarah, maka kekerasan sering terjadi berulang kali, dan pelaku secara tidak sadar mengingkari janjinya. Keadaan ini yang menciptakan kebingungan dan kegalauan pada pasangan yang menjadi korban kekerasannya. Perasaan cinta dan sayang bercampur dalam normalisasi kekerasan dimana korban merasa tertekan tetapi juga (terus) berharap bahwa keadaan akan berangsur lebih baik.
Meninggalkan sebuah hubungan yang dibangun atas dasar komitmen, seperti hubungan pernikahan amatlah sulit, walaupun dengan alasan KDRT. Ketergantungan finansial merupakan salah satu hal penting yang menjadi pertimbangan, yang ditambah bila ada anak anak yang menjadi tanggung jawab dari kedua orang tuanya.
Jika orang sekitarmu disinyalir mengalami hubungan dengan KDRT, apa yang sebaiknya dilakukan?
- Menghubungi dan menanyakan keadaannya. Seorang korban KDRT tidak hanya mengalami luka fisik, tetapi juga psikis dan mental, maka kebanyakan mereka dalam keadaan tertekan, bingung, sedih, dan memilih untuk menyendiri.
Tanyakan kabarnya sebagai bentuk perhatian, namun jangan memaksa korban untuk membuka diri jika ia belum ingin bercerita. Dengan menunjukkan perhatian, hal ini memberi tahu bahwa kita ada di samping mereka. - Dengarkan ceritanya dan jangan menyalahi atau menghakimi keputusannya.
- Tidak pula menyesali keputusannya menikah atau berhubungan dengan pelaku KDRT.
- Jangan memaksanya untuk langsung meninggalkan pasangannya, ataupun mengkritisi jika ia bertahan. Keputusan tersebut akan sangat berat dilakukan oleh korban, apalagi jika faktor finansial menjadi alasan kuat untuk bertahan.
- Kuatkan dirinya untuk membangun rasa percaya diri.
- Jika korban belum atau tidak melapor pada siapa pun, dukung dirinya untuk melapor pada pihak berwajib atau organisasi membantu korban KDRT. Cek artikel di bawah ini untuk informasi mengenai organisasi yang membantu para korban: https://www.rappler.com/indonesia/ayo-indonesia/190808-5-komunitas-yang-peduli-perempuan-korban-kekerasan